Setidaknya dua kali gempa tercatat dalam riwayat hadits Nabi. Yang pertama di Mekah. Dan kedua di Madinah.
Pertama, Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Kuzaimah, ad-Daruquthni, dan lainnya dari Utsman bin Affan bahwa dia berkata,
“Apakah kalian tahu Rasulullah pernah berada di atas Gunung Tsabir di Mekah. Bersama beliau; Abu Bakar, Umar dan saya. Tiba-tiba gunung berguncang hingga bebatuannya berjatuhan. Maka Rasulullah menghentakkan kakinya dan berkata: Tenanglah Tsabir! Yang ada di atasmu tidak lain kecuali Nabi, Shiddiq dan dua orang Syahid.”
Kedua, hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata:
“Nabi naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. Maka Nabi menghentakkan kakinya dan berkata: Tenanglah Uhud! Yang ada di atasmu tiada lain kecuali Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.”
Di antara pelajaran besar dalam dua riwayat di atas bahwa ternyata gunung tidak layak berguncang saat ada 4 manusia terbaik ada di atasnya. Nabi harus menghentakkan kaki dan mengeluarkan perintah kepada gunung untuk menghentikan guncangan tersebut.
Di sinilah pelajaran besarnya bagi kita sebagai analisa pertama tentang gempa. Bahwa keberadaan orang-orang shaleh di sebuah masyarakat membuat bumi tidak layak berguncang. Kriteria keshalehan sangat spesifik disebutkan dalam riwayat tersebut. Untuk kita, hanya tinggal dua pilihan mengingat sudah tidak ada lagi nabi. Yaitu: Shiddiq. Kriteria utama Abu Bakar adalah beriman tanpa ada rasa keraguan sedikit pun. Dan Syahid. Mereka yang meninggal fi sabilillah.
Jika manusia dengan dua kriteria itu masih banyak yang hidup di atas bumi, maka bumi tidak layak gempa. Sebaliknya, gempa terjadi manakala bumi telah sepi dari keberadaan orang-orang dengan keimanan tanpa ada kabut keraguan dan orang-orang yang meninggal fi sabilillah.
Dalam riwayat mursal yang disebutkan oleh Ibnu Abid Dun-ya, setelah Rasulullah menenangkan guncangan beliau berkata kepada para shahabat,
“Sesungguhnya Tuhan kalian sedang menegur kalian, maka ambillah pelajaran!”
Gempa di Mata Umar bin Khattab radhiallahu anhu
Gempa juga tercatat pernah terjadi di Masa kekhilafahan Umar, sebagaimana yang disampaikan dalam riwayat Ibnu Abid Dun-ya dalam Manaqib Umar. Madinah sebagai pusat pemerintahan kembali berguncang. Umar menempelkan tangannya ke tanah dan berkata kepada bumi, “Ada apa denganmu?” Dan inilah pernyataan sang pemimpin tertinggi negeri muslim itu kepada masyarakat pasca gempa,
“Wahai masyarakat, tidaklah gempa ini terjadi kecuali karena ada sesuatu yang kalian lakukan. Alangkah cepatnya kalian melakukan dosa. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika terjadi gempa susulan, aku tidak akan mau tinggal bersama kalian selamanya!”
Kembali, generasi terbaik itu mengajarkan ilmu mulia bahwa gempa terjadi karena dosa yang dilakukan oleh masyarakat. Umar dengan tegas menyatakan itu. Lebih tegas lagi saat dia bersumpah bahwa jika terjadi gempa susulan, Umar akan meninggalkan Madinah. Karena itu artinya dosa kembali dikerjakan dan tidak kunjung ditaubati.
Gempa di Mata Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu
Shahabat Ka’ab bin Malik mempunyai pendapat yang mirip dengan Umar bin Khattabh. Inilah pernyataan lengkapnya tentang gempa,
“Tidaklah bumi berguncang kecuali karena ada maksiat-maksiat yang dilakukan di atasnya. Bumi gemetar karena takut Rab nya azza wajalla melihatnya.”
Ka’ab menyebut bahwa guncangan bumi adalah bentuk gemetarannya bumi karena takut kepada Allah yang Maha Melihat kemaksiatan dilakukan di atas bumi-Nya.
Gempa di Mata Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha
Inilah pelajaran yang diberikan oleh guru besar para shahabat dan tabi’in sepeninggal Nabi selama 47 tahun; Aisyah istri Nabi, seperti yang disampaikan oleh Ibnu Qayyim dalam kitabnya al-Jawabul Kafi.
Suatu saat Anas bin Malik bersama seseorang lainnya mendatangi Aisyah. Orang yang bersama Anas itu bertanya kepada Aisyah: Wahai Ummul Mukminin jelaskan kepadaku tentang gempa.
Aisyah menjelaskan,
“Jika mereka telah menghalalkan zina, meminum khamar dan memainkan musik. Allah azza wajalla murka di langit-Nya dan berfirman kepada bumi: guncanglah mereka. Jika mereka taubat dan meninggalkan (dosa), atau jika tidak, Dia akan menghancurkan mereka.
Orang itu bertanya kembali: Wahai Ummul Mukminin, apakah itu adzab bagi mereka?
Aisyah menjawab, “Nasehat dan rahmat bagi mukminin. Adzab dan kemurkaan bagi kafirin.”
Anas berkata: Tidak ada perkataan setelah perkataan Rasul yang paling mendatangkan kegembiraan bagiku melainkan perkataan ini.
Sangat gamblang dan jelas penjelasan Ummul Mukminin Aisyah tentang penyebab spiritual gempa. Tiga dosa yang semuanya marak di zaman kita ini. Khusus untuk dosa yang pertama, Aisyah menggunakan kata istabahu yang artinya masyarakat telah menganggap zina itu mubah. Zina tidak hanya dilakukan, tetapi telah dianggap mubah. Dari ucapan, tindakan, kebijakan sebuah masyarakat bisa dibaca bahwa mereka yang telah meremehkan dosa zina, memang layak dihukum dengan gempa.
Inilah Kesimpulannya...
Dari semua pernyataan hamba-hamba terbaik Allah di muka bumi ini tentang gempa, ternyata penyebab spiritual gempa adalah sebagai berikut:
1. Sedikitnya orang-orang shiddiq dan syahid yang tinggal di atas muka bumi
2. Masyarakat telah melegalkan zina
3. Masyarakat telah mengkonsumsi khamar (narkoba)
4. Masyarakat telah memainkan musik
Dan Inilah 4 Solusi dari Khalifah Adil...
Umar bin Abdul Aziz yang memerintah tahun 99 H – 101 H dengan prestasi fantastik dalam memakmurkan masyarakatnya hanya dalam 29 itu memberikan solusi terhadap gempa. Hal ini berawal dari gempa yang terjadi di zaman pemerintahannya. Selepas gempa mengguncang, Umar bin Abdul Aziz segera menulis surat instruksi kepada semua jajaran pejabatnya di seluruh negeri kekuasaannya. Dan inilah instruksinya,
“Gempa ini adalah sesuatu yang Allah azza wajalla gunakan untuk menegur hamba-hamba-Nya. Saya telah menulis perintah ke seluruh wilayah agar mereka keluar pada hari yang telah ditentukan pada bulan yang telah ditentukan, siapa yang mempunyai sesuatu maka bershadaqahlah karena Allah berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14)
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (
14. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
15. dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. (Qs. Al-A’la: 14-15)
Dan katakanlah sebagaimana Adam berkata,
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A’raf: 23)
Dan katakanlah sebagaimana Nuh berkata,
وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi." (Qs. Hud: 47)
Dan katakanlah sebagaimana Yunus berkata,
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (Qs. Al-Anbiya’: 87)
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar